Tini Toon

Pemasaran adalah kegiatan pemasar untuk menjalankan suatu bisnis (profit atau nonprofit) yang gunanya  memenuhi kebutuhan pasar akan barang atau jasa, menetapkan suatu harga, mendistribusikan, serta mempromosikan melalui pertukaran agar dapat memuaskan para konsumen dan mencapai tujuan perusahaan.
Tujuan dari pemasaran yaitu :
1.    Konsumen potensial mengetahui secara detail produk yang kita hasilkan dan perusahaan dapat menyediakan semua permintaan mereka atas produk yang dihasilkan.
2.    Perusahaan dapat menjelaskan secara detail semua kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran. Kegiatan pemasaran ini meliputi berbagai kegiatan, mulai dari penjelasan mengenai produk, desain produk, promosi produk, pengiklanan produk, komunikasi kepada konsumen, sampai pengiriman produk agar sampai ke tangan konsumen secara cepat.
3.    Mengenal dan memahami konsumen sedemikian rupa sehingga produk cocok dengannya dan dapat terjual dengan sendirinya.
    Konsep Pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan (Stanton, 1978).
Unsur-unsur pokok dalam kegiatan pemasaran adalah
A.    Pemasar
Pemasar adalah suatu bagian (organisasi) perusahaan atau perorangan (kelompok) yang mempunyai suatu tujuan tertentu bagi organisasi maupun pribadinya. Tujuan dari kegiatan pemasar contohnya mencari keuntungan (profit), pangsa pasar, kesetiaan pelanggan, kesejahteraan, dan sebagainya. Pemasar harus mempunyai suatu metode tertentu yang dapat memproduksi barang dan jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan pasar. Kapasitas masing-masing unsur dalam setiap organisasi atau pribadi belum tentu seimbang. Misalnya suatu perusahaan mempunyai sumber dana lebih rendah daripada tingkat teknologi yang dimiliki. Kapasitas pemasar satu dengan yang lain belum tentu sama.

Pemasar dapat merupakan :
1.    Produsen (generalnya berorientasi pada profit)
2.    Organisasi (belum tentu berorientasi pada profit)
3.    Pemerintah (berorientasi pada hajat hidup orang banyak/ kesejahteraan umum)


B.    Barang dan Jasa
Barang dan jasa adalah suatu yang ditawarkan produsen untuk pemenuhan suatu kebutuhan dan keinginan konsumen. Barang dapat bersifat konkret (berwujud) atau tidak konkret (tidak berwujud/ jasa) atau kedua-duanya.

C.    Pasar
Pasar adalah konsumen pribadi atau organisasi perusahaan yang terhubung dan terikat yang mempunyai kebutuhan dan keinginan yang berwujud sebagai bagian dari permintaan terhadap barang atau jasa. Tujuan dari konsumen pribadi adalah pemenuhan dan kepuasaan kebutuhan. Tujuan dari organisasi perusahaan adalah keuntungan atau yang lain.

D.    Proses Pertukaran
Pertukaran adalah kegiatan dua pihak yang masing-masing memerlukan sesuatu milik pihak lain sebagai usaha untuk pemenuhan kebutuhan dan keinginan masing-masing. 





Read More …

Manajemen adalah pemanfaatan manusia dan sumber-sumber lain dengan cara yang terbaik untuk mencapai tujuan perusahaan. Selain itu manajemen dapat juga disebut pendayagunaan sumber daya manusia dengan cara yang paling efektif, agar dapat mencapai rencana dan sasaran perusahaan. Empat komponen utama bagi manajer diantaranya :
1.    Memahami karakteristik penting untuk keefektifan
2.    Menentukan tanggung jawab pekerjaan
3.    Mengatur proses di mana produk akan diproduksi
4.    Mengawasi dan memperbaiki kualitas produk yang diproduksi.
Tingkat-tingkat Manajemen
Manajemen puncak (top manajemen) tanggung jawabnya adalah menyusun rencana baru untuk perluasan produksi dan meningkatkan penjualan. Mengkomunikasikan rencana-rencana itu kepada semua manajer. Contoh dari manajemen puncak adalah presiden, direktur utama, direktur keuangan dan wakil presiden. Keputusan yang diambil dari manjemen ini adalah untuk 3 sampai 5 tahun ke depan.
Manajemen menengah (middle manajemen) tanggung jawabnya menentukan jumlah karyawan baru yang harus direkrut, menetapkan harga yang lebih reandah untuk meningkatkan penjualan dan menentukan peningkatan periklanan untuk meningkatkan penjualan serta menentukan cara memperoleh dana untuk membiayai ekspansi. Bertanggung juga pada keputusan jangka pendek.
Manajemen pengawasan (forward line)  terlibat secara langsung dengan karyawan yang melaksanakan proses produksi sehari-hari. Tanggung jawabnya adalah mempersiapkan tugas pekerjaan bagi para karyawan baru yang telah direkrut, mempersiapkan jadwal waktu bagi para karyawan yang telah direkrut.
Read More …

kisah_ajaib_doaSegala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Untuk menggapai hasil yang kita cita-citakan, setiap orang punya usaha keras. Siang malam mengeluarkan keringat untuk menggapainya. Mau usaha laundrynya sukses, bisnis komputernya lancar, atau berhasil dalam menghadapi ujian berbagai usaha pemasaran, inovasi produk dan belajar keras pun dilakukan. Namun satu hal yang mesti seorang pengusaha atau seorang yang ingin meraih keberhasilan perhatikan adalah bagaimana dirinya jangan sampai melupakan Rabb yang memudahkan segala urusan. Betapa pun usaha yang kita lakukan, itu bisa jadi sia-sia ketika kita melupakan Rabb Ar Rahman yang mengabulkan segala hajat. Dengan banyak memohon pada Al Fattaah, Maha Pemberi Karunia, segala hal bisa jadi lebih mudah. Inilah yang jadi senjata seorang muslim yang mesti ia gunakan untuk meraih suksesnya.

Janji Allah Bagi Orang yang Memanjatkan Do’a

Ayat-ayat qur’aniyah berikut menunjukkan keutamaan seseorang yang memanjatkan do’a. Allah Ta’ala berfirman,


“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".” (QS. Ghofir/ Al Mu’min: 60)


“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)

Beberapa hadits berikut juga menunjukkan bagaimanakah keutamaan seseorang yang tidak bosan-bosannya memohon pada Allah. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Do’a adalah ibadah.”[1]

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a.”

“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do'a-do'a kalian.”[3]

Bukti Ampuhnya Do’a

Beberapa kisah berikut membuktikan betapa ampuhnya do’a bagi seorang muslim.

(1) Do’a Ummu Salamah sehingga bisa menikah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ada sebuah hadits dari Ummu Salamah -salah satu istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam- berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

“Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'un. Allahumma'jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do'a sebagaimana yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.”[4]

Lihatlah bagaimana do’a Ummu Salamah bisa dikabulkan dengan diberi suami seperti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini menunjukkan ajaibnya do’a.

(2) Kisah Seorang Istri yang Mendoakan Suaminya yang Bejat

Ada seorang suami yang benar-benar jauh dari ketaatan pada Allah Ta’ala, yang gemar melakukan dosa. Ia memiliki istri yang sholehah. Istrinya ini senantiasa memberinya nasehat, wejangan dan berlemah lembut dalam ucapan pada suaminya, namun belum juga nampak bekas kebaikan pada diri sang suami. Si istri ini pun tahu bahwa do’a kepada Allah Ta’ala adalah sebaik-baiknya cara (agar suaminya bisa mendapatkan hidayah). Karena Allah subhanahu wa ta’ala yang memberi petunjuk pada siapa saja yang Dia kehendaki dan menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki. Si istri ini akhirnya terus menerus berdoa agar Allah memperbaiki keadaan suaminya menjadi baik dan menunjukkan suaminya ke jalan yang lurus (shirothol mustaqim). Ia tidak bosan-bosannya berdoa akan hal ini siang dan malam.

Akhirnya si istri mendapatkan waktu yang ia nanti-nanti. Suatu hari hidayah pun menghampiri suaminya, nampak pada suaminya tanda kembali taat. Suaminya akhirnya gemar lakukan kebaikan, ia pun bertaubat dan kembali kepada Allah Ta’ala. Walillahil hamd, segala puji hanya untuk Allah.[5] Lihatlah bagaimana lagi satu kisah yang menunjukkan keinginan yang terwujud berkat do’a pada Allah.

(3) Kisah Seorang Pria yang Dikaruniai Anak di Usia Senja.

Ada seorang pria menikahi seorang wanita. Ia sudah bersama wanita tersebut beberapa tahun lamanya, namun belum juga dikaruniai anak. Lalu ia menikah lagi dengan wanita lainnya, Allah pun belum menakdirkan baginya untuk memiliki anak. Hal ini membuat ia semakin merindukan memiliki buah hati. Ketika usianya sudah beranjak dewasa, ia menikah lagi dengan wanita ketiga. Padahal umurnya ketika itu adalah 60 tahun. Di setiap malam, ia selalu melakukan shalat tahajud. Di waktu sahr (menjelang Shubuh), ia berdo’a pada Allah, “Ya Allah, karuniakanlah padaku seorang anak laki-laki atau seorang anak perempuan.” Dengan karunia Allah subhanahu wa ta’ala, akhirnya istrinya pun hamil. Kemudian datanglah waktu istrinya melahirkan. Ia pun diberikan kabar gembira dengan diberi rizki seorang putera. Ia begitu amat gembira dan banyak bersyukur pada Allah. Beberapa waktu lagi setelah kelahiran tadi, Allah memberinya juga seorang puteri. Fa subhanal kariim. Maha Suci Allah atas karunia-Nya.[6]

Kisah ini menunjukkan bagaimana ampuhnya do’a bagi seorang muslim. Mendapatkan keturunan di usia tua juga sudah dialami oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Namun Nabi Ibrahim mendapatkan anak dengan istri yang sama-sama juga sudah berusia senja. Allah Ta'ala menceritakan,

“Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya'qub. Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh." ” (QS. Huud: 71-72)

Itulah karunia Allah, suatu hal yang mustahil bisa saja terjadi dengan izin Allah.

(4) Seorang Pemuda yang Berdo’a agar Dimudahkan Menundukkan Pandangan dari yang Haram

Ada seorang pemuda yang sempat melihat video-video (porno) dan gambar lain yang diharamkan. Ia pun bertekad kuat agar terhindar dari melihat seperti itu. Namun ia tidak mampu. Kemudian ia mampu. Ia pun berdo’a pada Allah Ta’ala agar Allah menjaga pendengaran dan penglihatannya dari yang haram. Akhirnya, Allah memperkenankan do’anya. Dari sini ia pun tidak suka melihat gambar-gambar yang terlarang seperti itu. Sampai-sampai ia pun bisa menghafalkan Al Qur’an karena sikapnya yang menjauhi maksiat.[7]

Kisah ini membuktikan bahwa kita bisa terhindar dari maksiat hanya dengan taufik Allah, jalannya adalah dengan banyak memohon pada Allah. Laa hawla wa laa quwwata illa billah, tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi maksiat kecuali dengan pertolongan Ar Rahman. Do’a yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan agar kita bisa menjaga pandangan, pendengaran dan hati kita dari kejelekan dan maksiat adalah do’a,


“Allahumma inni a’udzu bika min syarri sam’ii, wa min syarri bashorii, wa min syarri lisaanii, wa min syarri qolbii wa min syarri maniyyii” (Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari kejelekan pendengaran, penglihatan, lisan, hati dan angan-angan yang rusak).[8]

sumber : rumaysho.com
Read More …

Segala puji bagi Allah, Rabb pemberi segala nikmat dan menakdirkan segala sesuatu dengan penuh hikmah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Di pagi yang berbahagia, di bulan penuh berkah dan bulan semangat untuk mentadabburi Al Qur’an, ada sebuah ayat yang patut direnungkan oleh kita bersama. Ayat tersebut terdapat dalam surat Al Hadid, tepatnya ayat 22-23. Inilah yang seharusnya kita gali hari demi hari di bulan suci ini. Karena merenungkan Al Qur’an, meyakini dan mengamalkannya tentu lebih utama daripada sekedar membaca dan tidak memahami artinya.

Allah Ta’ala berfirman,

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al Hadid: 22-23)

Berikut beberapa faedah yang bisa diperoleh dari ayat di atas:
 
Faedah pertama

Yang dimaksud dengan “lauh” adalah lembaran dan “mahfuzh” artinya terjaga. Kata Ibnu Katsir, Lauhul Mahfuzh berada di tempat yang tinggi, terjaga dari penambahan, pengurangan, perubahan dan penggantian.[1] Di dalam Lauhul Mahfuzh dicatat takdir setiap makhluk. Lauhul Mahfuzh dalam Al Qur’an biasa disebut dengan Al Kitab, Al Kitabul Mubin, Imamul Mubin, Ummul Kitab, dan Kitab Masthur.[2]

Faedah kedua

Setiap musibah dan bencana apa pun itu yang menimpa individu atau menimpa khalayak ramai, baik itu gempa bumi, kekeringan, kelaparan, semua itu sudah dicatat di kitab Lauhul Mahfuzh. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”[3]

Dalam hadits lainnya disebutkan

“Sesungguhnya awal yang Allah ciptakan (setelah ‘arsy, air dan angin[4]) adalah qolam (pena), kemudian Allah berfirman, “Tulislah”. Pena berkata, “Apa yang harus aku tulis”. Allah berfirman, “Tulislah takdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya”[5]

 Faedah ketiga

Takdir yang dicatat di Lauhul Mahfuzh tidak mungkin berubah sebagaimana maksud dari ayat yang kita bahas. Begitu pula disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
“Pena telah diangkat dan lembaran catatan (di Lauhul Mahfuzh) telah kering”.[6]
Al Mubarakfuri rahimahullah berkata,

“Dicatat di Lauhul Mahfuzh berbagai macam takdir. Ketika selesai pencatatan, tidaklah satu pun lagi yang dicatat.”[7]

Intinya, al kitabah (pencatatan) ada dua macam: (1) pencatatan yang tidak mungkin diganti dan dirubah, yaitu catatan takdir di Lauhul Mahfuzh; (2) pencatatan yang dapat diubah dan diganti, yaitu catatan di sisi para malaikat. Allah Ta’ala berfirman,
 
“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS. Ar Ro’du: 39). Catatan yang terakhir yang terjadi itulah yang ada di Lauhul Mahfuzh.

Dari sini kita bisa memahami berbagai hadits yang membicarakan bahwa silaturahmi (menjalin hubungan dengan kerabat) bisa memperpanjang umur dan melapangkan rizki, atau do’a bisa menolak takdir. Di sisi Allah, yaitu ilmu-Nya, Allah mengilmui bahwa hamba-Nya menjalin hubungan kerabat dan berdo’a kepada-Nya. Ini di sisi ilmu Allah. Lantas Allah Ta’ala mencatatnya di Lauhul Mahfuzh keluasan rizki dan bertambahnya umur.[8]

Artinya di sini, Allah Ta’ala telah mengilmi bahwa hamba-Nya melakukan silaturahmi atau berdo’a kepada-Nya. Demikian yang Allah catat di Lauhul Mahfuzh yaitu adanya keluasan rizki dan bertambahnya umur.

Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika ditanya apakah rizki yang telah ditakdirkan bisa bertambah dan berkurang, beliau rahimahullah menjawab, “Rizki itu ada dua macam. Pertama, rizki yang Allah ilmui bahwasanya Allah akan memberi rizki pada hamba sekian dan sekian. Rizki semacam ini tidak mungkin berubah. Kedua, rizki yang dicatat dan diketahui oleh Malaikat. Ketetapan rizki semacam ini bisa bertambah dan berkurang sesuai dengan sebab yang dilakukan oleh hamba. Allah akan menyuruh malaikat untuk mencatat rizki baginya. Jika ia menjalin hubungan silaturahmi, Allah pun akan menambah rizki baginya.”[9]

Jadi sama sekali takdir yang ada di Lauhul Mahfuzh tidak berubah, yang berubah adalah catatan yang ada di sisi Malaikat, dan itu pun sesuai ilmu Allah Ta’ala.

 Faedah keempat

Musibah yang terjadi di muka bumi dan terjadi pada diri manusia, itu telah dicatat di kitab sebelum diciptakannya makhluk. Inilah tafsiran yang lebih baik pada firman Allah,

“melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya”, yang dimaksud dengan menciptakannya di sini adalah penciptaan makhluk. Demikian dipilih oleh Ibnu Katsir rahimahullah. Pendapat ini didukung dengan riwayat dari Ibnu Jarir, dari Manshur bin ‘Abdirrahman, ia berkata, “Setiap musibah di langit dan di bumi telah dicatat di kitab Allah (Lauhul Mahfuzh) sebelum penciptaan makhluk.”[10]

 Faedah kelima

Tidaklah suatu musibah itu terjadi kecuali disebabkan karena dosa. Qotadah rahimahullah mengatakan, “Telah sampai pada kami bahwa tidaklah seseorang terkena sobekan karena terkena kayu, terjadi bencana pada kakinya, atau kerusakan menimpa dirinya, melainkan itu karena sebab dosa yang ia perbuat. Allah pun dapat memberikan maaf lebih banyak.”[11]

 Faedah keenam

Ayat ini adalah di antara dalil untuk menyanggah pemahaman Qodariyah yang menolak ilmu Allah yang telah dulu ada[12]. Artinya, Qodariyah meyakini bahwa Allah baru mengilmui setelah kejadian itu terjadi. Padahal sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash,” Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” [13]
Read More …