Tini Toon

Julukan "pahlawan devisa" yang kerap diberikan kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bisa merendahkan sisi kemanusiaan karena mereka seakan-akan lebih dianggap sebagai penghasil keuntungan bagi negara.

"Gelar `pahlawan devisa` bagi para TKI seolah-olah mengangkat harkat, tetapi sesungguhnya menggerogoti kemanusiaan," Pahlawan devisa bagi TKI memiliki makna yang biasa karena dapat diartikan bahwa TKI hanya dipandang sebagai angka-angka yang mengucur ke kas negara.

Mereka tak dianggap sebagai pahlawan karena mengurangi pengangguran di dalam negeri, atau orang yang telah memperbaiki kesejahteraan bangsa, apalagi orang yang berkorban untuk menyelamatkan keluarganya.
Seperti yang dialami oleh Selvi seorang TKI asal Sumbawa, nasib tragis yang dialami oleh tenaga kerja Indonesia ini sungguh berbalik dengan kenyataan yang di dapat oleh Negara.
Selvi binti Said, asal Kecamatan Moyo Utara, Sumbawa, kini hanya bisa terbaring tak berdaya. Bekerja sebagai pembantu rumah tangga, Selvi diharuskan mengangkat karpet-karpet tebal, air minum galon hingga tabung gas ukuran 15 kilogram. Pekerjaan berat itu santapan sehari-hari Selvi.

Nasib nahas lainnya dialami Nani Asa binti Sahabudin. Tubuhnya kurus kering akibat menderita penyakit dalam sejak kembali dari dua tahun bekerja di Arab Saudi. Secara resmi, Nani Asa dikontrak satu orang majikan. Namun kenyataannya dia harus bekerja di tiga rumah sekaligus.

Kedua pahlawan devisa ini sempat menjalani perawatan di ruang cempaka dan ruang perawatan penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Sumbawa. Ironisnya pihak pemerintah daerah setempat hanya memberikan biaya perawatan dan ganti transport sebesar Rp 1,1 juta bagi mereka.

Minimnya bantuan pemerintah membuat Selvi yang mengalami kelumpuhan di kedua kakinya sempat tertahan saat akan dirujuk ke Rumah Sakit Umum Mataram. Sedangkan kondisi Nani kian memburuk akibat alergi dan asma yang dideritanya. Sungguh malang nasib kedua pahlawan devisa ini.
Karna berbagai kendala muncul seperti, minimnya ketrampilan, hambatan berbahasa asing, menjadikan mereka hanya dianggap sebagai tenaga kerja kasar. Dampaknya adalah mereka menerima gaji yang tak semestinya atau dianggap hanya sebagai tenaga magang. Lebih lanjut mereka pun akhirnya mendapatkan perlakukan yang berbeda dengan tenaga kerja dari negara lain. Bukankah mereka para duta bangsa dan pejuang devisa negeri ini?
Mereka pahlawan devisa, karena 10% dari APBN atau sekitar Rp. 90 trilyun devisa negara didapatkan dari pahlawan devisa yang lebih didominasi olah pembantu rumah tangga. Pemerintah  berada diantara dua pilihan mau menyetop TKI yang dampaknya terjadi penurunan pada devisa negara karena juga menjadi andalan pemerintah atau melanjutkan tetapi berbagai kasus penyiksaan, penganiayaan dan lain-lain terus menghantui pahlawan devisa ini.
Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan keselamatan rakyatnya yang sudah menyumbangkan devisa karna 10% dari APBN didapat dari pahlawan devisa ini. Namun sayangnya pemerintah sekali lagi hanya menyuarakan rencana dan pendapnya saja. Kenyataannya masih jauh dari yang di rencanakan. Semoga pemerintah lebih memperhatiakan keselamatan para TKI agar tidak terulang lagi kejadian seperti yang dialami oleh selvi. Agar tidak ada lagi selvi selvi yang lain yang mengalami hal serupa.

Categories:

Leave a Reply